Jumat, 14 Oktober 2016

APAKAH PERBEDAAN KODING UNTUK STATISTIK & RISET DENGAN KODING UNTUK REIMBURSEMENT ?



Bagi koder di Indonesia, khususnya bagi koder yang berlatar belakang pendidikan D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, Koding Diagnosis Penyakit menggunakan ICD sudah dikenal sejak lama.  Di Indonesia, ICD sudah digunakan sejak revisi ke-9 di tahun 1979. Kemudian setelah WHO mempublikasikan ICD revisi ke-10 , maka bersama dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 50/MENKES/SK/I/1998 tentang Pemberlakuan Klasifikasi Statistik Internasional Mengenai Penyakit Revisi ke-Sepuluh tertanggal 13 Januari 1998, penggunaan sistem klasifikasi penyakit bergeser dari ICD-9 ke ICD-10, hingga saat ini.
            Sejak implementasinya pada tahun 1998 lalu, hingga kini, ICD-10 digunakan sebagai sistem klasifikasi penyakit untuk pelaporan data morbiditas baik intra fasilitas pelayanan kesehatan, maupun untuk pelaporan eksternal seperti ke dinas kesehatan. Laporan data morbiditas maupun mortalitas yang dibuat dengan sistem klasifikasi penyakit ICD-10 ini umumnya digunakan untuk berbagai kepentingan, diantaranya untuk gambaran dan komparasi data morbiditas intra dan antar fasilitas pelayanan kesehatan, yang menjadi salah satu bahan pembuatan kebijakan kesehatan. Selain itu data morbiditas menggunakan ICD ini juga digunakan untuk evaluasi mutu pelayanan maupun untuk menunjang kepentingan manajemen fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan maupun tujuan penyusunan ICD-10 sebagai suatu sistem klasifikasi penyakit.
            Sebagai kilas balik, mungkin perlu diketahui bahwa ICD mengalami evolusi yang cukup panjang sejak disusun pertama kali. Sebagaimana diketahui dari sejarahnya, ICD berawal dari suatu upaya untuk menyusun statistik vital sebab kematian. Pada abad ke-tujuh belas, Kapten John Graunt dari London mulai mengarahkan perhatian dunia terhadap statistik mortalitas melalui karyanya London Bills of Mortality. Inilah upaya nyata pertama untuk mempelajari penyakit dari sudut pandang statistik. Sekitar tahun 1837, William Farr seorang Registrar General of England and Wales, berusaha untuk menghasilkan klasifikasi yang lebih baik serta keseragaman (uniformity) internasional dalam penggunaan statistik. Penyusunan secara umum dan prinsip klasifikasi berdasarkan letak anatomis yang diusulkan Farr berhasil menjadi basis penyusunan the International List of Causes of Death. Dan dasar tersebut terus digunakan untuk vital statistik kita zaman sekarang.
            Lembaga Statistik Internasional pada pertemuan di Wina tahun 1891 menugaskan komite yang dipimpin oleh Dr. Jacques Bertillon untuk  mengembangkan klasifikasi tentang sebab kematian, yang setelah mengalami beberapa revisi, lebih dikenal sebagai the Bertillon Classification of Causes of Death pada tahun 1893. Pada tahun 1898 American Public Health Association merekomendasikan Klasifikasi Bertillon tersebut untuk digunakan oleh kantor-kantor pencatatan (registrar) di Kanada, Meksiko dan Amerika Serikat, serta usulan agar klasifikasi tersebut direvisi setiap sepuluh tahun sekali. Hasil revisinya, yang berjudul the International Classification of Causes of Death, telah diselesaikan tahun 1900, 1920, 1929 dan 1938. Pada tahun 1948, dibawah pengawasan WHO, edisi ke-enam diterbitkan dan, untuk pertamakalinya, mencakup daftar tabulasi untuk morbiditas juga disamping mortalitas. Rumah Sakit-Rumah Sakit di seluruh dunia mulai mencoba menggunakan sistem ini untuk klasifikasi penyakit. 
         Demikianlah seterusnya, ICD terus diperbarui dan disempurnakan pada edisi-edisi revisi selanjutnya. Konferensi internasional untuk revisi ke-Sembilan ICD diselenggarakan oleh WHO di Genewa September-Oktober 1975. Tampak adanya perkembangan yang sangat pesat terhadap peminatan ICD dan sebagai respon sebagian ICD dimodifikasi dan sebagian ditambah kode khusus. Untuk memudahkan pemakai ICD yang ingin menghasilkan statistik dan indeks yang berorientasi pada perawatan kesehatan, maka revisi ke-Sembilan ini merupakan metode alternatif pilihan untuk klasifikasi diagnosis, termasuk informasi tentang penyakit yang mendasari dan manifestasi klinis pada organ-organ tertentu. Sistem ini dikenal sebagai Sistem “Sangkur dan Bintang (Dagger & Asterisk)” yang masih berlanjut di revisi ke-Sepuluh. World Health Assembly ke-29, dengan memperhatikan rekomendasi Konferensi Internasional untuk Revisi ke-Sembilan ICD, menyetujui publikasi dan klasifikasi tambahan untuk Ketidakmampuan dan Kecacadan (Handicaps and Disability) serta untuk Prosedur Medis sebagai supplemen dari ICD.
       Sebagaimana dinyatakan dalam manual instruksinya, pemanfaatan ICD-10 dimaksudkan untuk klasifikasi satuan penyakit dan masalah kesehatan untuk keperluan eidemiologi dan manajemen kesehatan. Jika digunakan untuk keperluan terkait aspek finansial, billing ataupun alokasi sumber daya, memang terdapat keterbatasan. Dalam pembahasan tentang koding morbiditas, dalam manual instruksi ICD-10 memang disebutkan pemanfaatan data koding morbiditas untuk berbagai tujuan, diantaranya untuk pembuatan program dan kebijakan kesehatan, manajemen kesehatan, termasuk monitoring dan evaluasi, dalam epidemiologi, untuk identifikasi faktor risiko pada populasi, dan dalam riset klinis (termasuk penyakit-penyakit yang muncul pada kelompok sosioekonomik yang berbeda). 
         Namun tak dapat dipungkiri bahwa pemanfaatan ICD-10 telah jauh berkembang di luar bidang yang disebutkan di atas. Seiring dengan ditemukannya pola pembayaran berbasis case-mix, yang menggunakan kode ICD sebagai data input, maka ICD saat ini juga memegang peran penting dalam mekanisme pembayaran kembali (reimbursement) biaya pelayanan kesehatan. Sebagaimana disampaikan oleh O’Malley dkk ; “Pemanfaatan ICD telah meluas dari sekedar mengklasifikasi data morbiditas dan mortalitas untuk tujuan statistik, menjadi berbagai aplikasi yang berbeda meliputi bidang reimbursement, administrasi, epidemiologi dan riset pelayanan kesehatan.[1] Sejalan dengan pemanfaatan ICD untuk keperluan reimbursement, tentunya terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi atau penggunaan kode ICD untuk tujuan reimbursement
      Menurut kamus, reimbursement dalam bidang kesehatan adalah pembayaran managed care dari pihak ketiga pembayar seperti misalnya perusahaan asuransi, kepada rumah sakit, dokter atau pemberi layanan kesehatan lainnya, untuk jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta asuransi (beneficiary).[2] Reimbursement ini dibayarkan berdasarkan klaim yang diajukan dan dokumentasi yang disimpan oleh pihak pemberi layanan (provider). 
          Dalam bukunya yang berjudul A Guide to Coding Compliance, Becker mendefinisikan perbedaan antara coding dan billing adalah pada proses dan tujuan pembuatannya. The American Hospital Association (AHA) mendefinisikan medical coding sebagai suatu kegiatan menetapkan suatu kode terhadap diagnosis medis, prosedur dan operasi, gejala dan tanda dari penyakit serta kondisi tak spesifik, keracunan dan efek samping obat, serta komplikasi operasi maupun pengobatan.
       Coding bermakna menterjemahkan dokumentasi medis (terminologi dan frasa) ke dalam bentuk kode numerik atau alfanumerik. Dokumentasi yang dimaksud bisa berupa kata atau frasa tunggal hingga keseluruhan episode rawat inap pasien. Para koder mendeskripsikan koding sebagai suatu art, mengingat koding yang sukses membutuhkan interpretasi, aplikasi data dan fakta, analisis dan beberapa ketrampilan lainnya. Koder harus memahami mekanisme dan pedoman koding dari manual sistem klasifikasi yang mereka gunakan, berikut sejumlah regulasi terkait koding.  Adapun medical billing membutuhkan proses transfer informasi yang dibutuhkan dari data yang telah terkode ke dalam klaim untuk reimbursement. Billing ini melibatkan kemampuan mengelola dan mengajukan klaim, menyiapkan form asuransi, memproses pembayaran dan menyelesaikan klaim-klaim yang ditolak.  Seorang biller harus menguasai instruksi khusus dari pihak pembayar untuk dapat memperoleh pembayaran klaim, termasuk isu tentang hal-hal apa yang ditanggung oleh asuransi. [3]

       Dan itulah sebabnya perlu dibedakan antara koding untuk keperluan statistik yang digunakan dalam epidemiologi, pengambilan keputusan program atau kebijakan kesehatan, riset dan manajemen, dengan koding untuk keperluan pengajuan klaim dalam reimbursement. Hal ini bukan berarti bahwa proses koding dilakukan dua kali dengan hasil yang berbeda, namun yang dimaksud adalah proses koding dilakukan satu kali sesuai dengan kaidah koding yang berlaku dan sesuai dengan sistem klasifikasi yang digunakan lalu data terkode ini digunakan untuk berbagai keperluan yang berbeda, diantaranya untuk keperluan statistik dan reimbursement. Lebih tepatnya, mengacu pada apa yang disampaikan oleh Becker dan O’Malley, proses koding dan billing ini dilakukan secara bertahap. Pertama, data klinis dalam dokumen rekam medis dikode sesuai dengan pedoman dan kaidah koding dalam sistem klasifikasi. Setelah itu, dalam proses billing, barulah data terkode tadi dipilah untuk dimasukkan dalam form pengajuan klaim untuk keperluan reimbursement, sesuai dengan kaidah dan aturan reimbursement. 
       Oleh karena itu koder perlu untuk sungguh-sungguh memahami bahwa penetapan kode haruslah sesuai dengan kaidah koding yang diatur dalam sistem klasifikasi yang digunakan. Setelah itu, dalam proses billing untuk keperluan reimbursement, koder harus dapat memilah, mana kode-kode  yang diajukan dalam sistem billing untuk memperoleh pembayaran yang layak sesuai dengan apa yang telah dikeluarkan oleh pihak RS. Adapun untuk keperluan statistik dan riset, koder umumnya harus menyimpan sebanyak mungkin informasi dalam bentuk kode, guna berbagai keperluan yang sekiranya diminta oleh berbagai pihak lain. 











[1] O’Malley, Kimberly J. et.al. Measuring Diagnosis : ICD Code Accuracy. Health Services Research. Oct 2005 : 40 (5Pt2)1620-1639
[2] McGraw-Hill Concise Dictionary of Modern Medicine. © 2002 by The McGraw-Hill Companies, Inc  
[3] Joanna M. Becker, et.al. A Guide to Coding Compliance.  Chapter 1 ; Coding and Billing, Differences and Similarities.  Delmar Cengage Learning, NY, USA @ 2010.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar